Sahabat.com - Penerimaan bea dan cukai di wilayah Bali dan Nusa Tenggara mencapai Rp2,51 triliun selama periode Januari-Oktober 2023 atau tumbuh 22 persen dibandingkan periode sama pada 2022 mencapai sekitar Rp2,2 triliun.
“Ini menunjukkan tren positif dibandingkan 2022,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bali, NTB, dan NTT Susila Brata di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa.
Ada pun realisasi tersebut sudah mendekati 95 persen dari target akumulasi di tiga provinsi itu selama 2023 mencapai Rp2,65 triliun.
Ia merinci untuk Provinsi Bali, dari target penerimaan bea dan cukai sebesar Rp1,17 triliun, sudah tercapai Rp896,63 miliar atau realisasinya 76,81 persen.
Sedangkan di NTB mencapai Rp1,57 triliun atau melampaui target Rp1,44 triliun dan NTT mencapai Rp33,8 miliar atau melampaui target sebesar Rp31,18 miliar.
Ada pun di NTB, realisasi paling besar berasal dari bea masuk mencapai Rp1,48 triliun karena ada bea keluar untuk produk sumber daya alam mineral dan di NTT, realisasi paling besar adalah bea masuk mencapai Rp32,89 miliar.
Khusus untuk Bali, realisasi bea masuk dan cukai yang mencapai Rp896,63 miliar itu tumbuh positif karena didorong peningkatan volume impor di Bandara I Gusti Ngurah Rai dan peningkatan cukai minuman beralkohol (MMEA).
Ada pun kinerja bea masuk di Bali selama Januari-Oktober 2023 mencapai Rp93 miliar atau 95 persen dari target tahunan sebesar Rp98,10 miliar dan penerimaan cukai mencapai Rp803,68 miliar atau 75 persen dari target sebesar Rp1,07 triliun.
Ia merinci, penerimaan bea masuk di Bali pada Oktober 2023 itu lebih tinggi dibandingkan periode sama 2022 yang mencapai Rp72 miliar, sedangkan penerimaan cukai juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sama 2022 mencapai Rp754,78 miliar.
“Artinya kegiatan ekonomi di Bali sudah makin baik dibandingkan tahun sebelumnya,” ucapnya.
Dibukanya penerbangan internasional yang mendongkrak sektor pariwisata setelah pandemi COVID-19 berkontribusi besar terhadap penerimaan cukai dari minuman beralkohol karena permintaan yang tinggi dari perhotelan dan kafe.
Selain itu, dibukanya jalur udara setelah pandemi turut melancarkan keran impor serta didukung upaya intensifikasi pemeriksaan penerimaan bea dan cukai termasuk salah satunya melakukan audit ke importir.
Untuk mendorong 100 persen realisasi penerimaan bea dan cukai di Bali selama periode November-Desember 2023 pihaknya mengintensifkan penerimaan dan memberikan kemudahan dalam fasilitasi.
Di Bali, kata dia, saat ini ada satu perusahaan yang mendapat fasilitas kawasan berikat dan 18 perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor barang modal dengan pembebasan bea masuk asalkan produk olahannya berorientasi ekspor.
“Penerimaan cukai di Bali masih kurang, saat ini baru 76 persen, kami harus kerja keras lagi,” katanya.(Ant)
0 Komentar
Leave a comment