Dolar AS Tergelincir Setelah Data Inflasi Lebih Panas dari Perkiraan

15 Februari 2023 07:23
Penulis: Alber Laia, bisnis
Pekerja menunjukkan uang dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Rabu (5/1/2022). Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore ditutup melemah 58 poin atau 0,41 persen ke posisi Rp14.371 per dolar AS dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.313 per dolar AS yang dipicu antisipasi pelaku pasar terhadap pengetatan kebijakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve pada tahun ini. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.)

Sahabat.com - Dolar AS tergelincir terhadap sekeranjang mata uang utama lain pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah data menunjukkan inflasi AS untuk Januari datang lebih panas dari yang diperkirakan.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun 0,12 persen menjadi 103,2355 pada akhir perdagangan.

Pada akhir perdagangan New York, euro naik menjadi 1,0738 dolar AS dari 1,0715 dolar pada sesi sebelumnya, dan pound Inggris meningkat menjadi 1,2175 dolar AS dari 1,2131 dolar pada sesi sebelumnya.

Dolar AS dibeli 133,05 yen Jepang, lebih tinggi dari 132,46 yen Jepang pada sesi sebelumnya. Dolar AS naik menjadi 0,9214 franc Swiss dari 0,9203 franc Swiss, dan turun menjadi 1,3337 dolar Kanada dari 1,3341 dolar Kanada. Dolar AS turun menjadi 10,3572 krona Swedia dari 10,3937 krona Swedia.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan Selasa (14/2/2023) bahwa indeks harga konsumen AS, ukuran utama inflasi, naik 0,5 persen pada Januari dalam basis bulanan, kenaikan terbesar dalam tiga bulan dan lebih tinggi dari 0,4 persen yang diharapkan oleh para ekonom.

Tingkat inflasi tahunan mencapai 6,4 persen pada Januari, turun sedikit dari 6,5 persen pada Desember dan lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 6,2 persen.

"Untuk sebagian besar kategori, inflasi jelas melewati puncaknya. Tapi seperti yang kita lihat dari laporan hari ini, jalur kembali ke target Federal Reserve sebesar 2,0 persen akan berombak," Jeffrey Roach, kepala ekonom di LPL Financial Research, mengatakan dalam sebuah catatan pada Selasa (14/2/2023).(Ant)

0 Komentar

Berita Terkait

Leave a comment