Sahabat.com - Dolar AS diperdagangkan turun tipis pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah data harga konsumen yang kuat menghidupkan kembali kemungkinan bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga minggu depan ketika kekhawatiran gejolak yang menyebar di sektor perbankan memudar.
Indeks dolar, ukuran greenback terhadap enam mata uang lainnya, turun 0,087 persen karena imbal hasil obligasi pemerintah melonjak sehari setelah surat utang dua tahun, yang bergerak sejalan dengan ekspektasi suku bunga, anjlok paling dalam dalam satu hari sejak 1987.
Euro naik tipis 0,09 persen menjadi 1,0739 dolar, tetapi dolar menguat terhadap mata uang safe-haven yen dan franc Swiss.
Dana Fed berjangka menunjukkan suasana pasar yang merugikan dalam beberapa hari terakhir mereda, karena taruhan bahwa Fed akan bertahan pada pertemuan kebijakan 21-22 Maret menurun. Probabilitas itu turun menjadi 28,4 persen dari 43,9 persen pada Senin (13/3/2023), menurut Alat FedWatch CME.
Tetapi dengan kemungkinan kenaikan 50 basis poin minggu depan, penguatan dolar baru-baru ini dari suku bunga yang lebih tinggi pada obligasi pemerintah daripada surat utang pemerintah asing juga mundur.
Runtuhnya Silicon Valley Bank dan Signature Bank minggu lalu, menunjukkan pengawasan Fed yang lebih besar terhadap sektor perbankan mungkin dilakukan karena pengetatan kredit.
"Risiko seputar pinjaman bank condong ke sisi negatifnya," kata Thierry Wizman, ahli strategi suku bunga global dan valas Macquarie di New York. "Dengan beban peraturan dan prospek margin bunga bersih di bank semakin diperas, Anda dapat membuat kasus bahwa itu hanya akan menjadi lebih buruk."
Orang Amerika menghadapi biaya yang terus-menerus lebih tinggi untuk sewa perumahan dan makanan pada Februari, menantang Fed untuk mengendalikan inflasi sambil menstabilkan pasar keuangan setelah kegagalan bank.
Pasar berjangka memperkirakan mungkin dua pemotongan suku bunga Fed pada akhir tahun, dengan suku bunga terminal terlihat di 4,179 persen pada Desember, turun dari lebih dari 5,0 persen minggu lalu.
Indeks Harga Konsumen (IHK) naik 0,4 persen bulan lalu setelah berakselerasi 0,5 persen pada Januari. Dalam 12 bulan hingga Februari, IHK meningkat 6,0 persen, lebih lambat dari kenaikan tahunan 6,4 persen pada Januari, tetapi masih jauh dari target Fed sebesar 2,0 persen.
Yen Jepang melemah 0,69 persen pada 134,13 per dolar, sedangkan greenback naik 0,15 persen terhadap franc Swiss.
Sterling turun 0,05 persen pada 1,2175 dolar setelah melonjak 1,22 persen sehari sebelumnya. Data pada Selasa (14/3/2023) menunjukkan pertumbuhan gaji Inggris melambat dalam tiga bulan hingga Januari.(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment