Nusantaratv.com - Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menilai, sektor keuangan global tetap rapuh terutama karena bank sentral memulai jalur yang belum dipetakan untuk mengecilkan neraca mereka.
"Penting untuk memantau penumpukan risiko dan mengatasi kerentanan ini, terutama di sektor perumahan atau di sektor keuangan non bank yang kurang diatur," kata Kepala Ekonom dan Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gourinchas dalam konferensi pers "World Economic Outlook Update" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, ekonomi pasar berkembang membiarkan mata uang mereka menyesuaikan sebanyak mungkin dalam menanggapi kondisi moneter global yang lebih ketat menggunakan intervensi valuta asing (valas) atau manajemen aliran modal, yang sesuai untuk meredakan volatilitas yang berlebihan dan non fundamental.
Pasar keuangan menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap berita inflasi, dengan pasar ekuitas naik setelah rilis data inflasi yang lebih rendah baru-baru ini untuk mengantisipasi penurunan suku bunga, meskipun bank sentral telah mengomunikasikan tekad mereka untuk memperketat kebijakan lebih lanjut.
Dengan puncak inflasi utama Amerika Serikat (AS) dan percepatan kenaikan suku bunga oleh beberapa bank sentral non-AS, dolar AS telah melemah sejak September 2022 tetapi tetap jauh lebih kuat dari tahun lalu.
Maka dari itu, Pierre mengungkapkan terdapat risiko perubahan harga di pasar keuangan yang tiba-tiba. Pelonggaran dini dalam kondisi keuangan sebagai tanggapan terhadap data inflasi utama yang lebih rendah dapat memperumit kebijakan anti-inflasi dan memerlukan pengetatan moneter tambahan.
Untuk alasan yang sama, rilis data inflasi yang tidak menguntungkan dapat memicu perubahan harga aset secara tiba-tiba dan meningkatkan volatilitas di pasar keuangan.
"Pergerakan seperti itu dapat membebani likuiditas dan berfungsinya pasar kritis, dengan efek riak pada ekonomi riil," ujarnya.
Dengan demikian, ia menyarankan untuk memastikan stabilitas sektor keuangan, alat makroprudensial dapat digunakan untuk mengatasi peningkatan kerentanan sektor keuangan. Namun langkah tersebut bergantung pada keadaan negara tersebut.
Pemantauan perkembangan sektor perumahan dan melakukan stress test di ekonomi di mana harga rumah telah meningkat secara signifikan selama beberapa tahun terakhir pun diperlukan.
Pierre menambahkan, peraturan sektor keuangan yang diperkenalkan setelah krisis keuangan global telah berkontribusi pada ketahanan sektor perbankan selama pandemi, tetapi ada kebutuhan untuk mengatasi kesenjangan data dan pengawasan di sektor keuangan non bank yang kurang diatur, di mana risiko mungkin menumpuk secara tidak mencolok .
Gejolak baru-baru ini di ruang kripto juga menyoroti kebutuhan mendesak untuk memperkenalkan standar umum dan memperkuat pengawasan terhadap aset kripto.(Ant)
0 Komentar
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Rupiah Berpotensi Menguat Jelang Rilis Inflasi Domestik
Leave a comment