Sahabat.com - Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas Rifqi Satria Dinandra memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berbalik arah (rebound) menguat pada pekan ini, ditopang sejumlah sentimen di antaranya neraca perdagangan Indonesia, suku bunga Bank Indonesia (BI), serta data inflasi AS.
"IHSG panas dingin pada minggu lalu tertekan sektor teknologi dan properti atau real estate. Teknologi yang melemah ini terimbas bursa global yang sektor teknologinya juga melemah. Sektor properti dan real estate ada profit taking karena beberapa minggu lalu sempat menguat," ujar Rifqi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan konsensus memperkirakan neraca perdagangan Indonesia akan kembali surplus sebesar 3,26 miliar dolar AS pada Januari 2023, dari sebelumnya tercatat surplus 3,89 miliar dolar AS pada Desember 2022.
Sementara itu, konsensus memperkirakan BI akan menahan tingkat suku bunga acuannya pada pertemuan Februari ini, setelah menaikkan sebesar 25 basis poin menjadi level 5,75 persen pada Januari 2023 lalu.
Lebih lanjut, terkait inflasi AS yang akan diumumkan pada 14 Februari waktu setempat, dia menyebut sejauh ini konsensus memperkirakan inflasi akan turun lagi ke 6,2 persen dari sebelumnya 6,5 persen
"Inflasi AS menjadi salah satu data yang dinanti investor untuk memperkirakan arah kebijakan The Fed," ujar Rifqi.
Dalam kesempatan ini, dia menjelaskan secara umum saham-saham pada pekan lalu tertopang oleh laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal IV- 2022.
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tercatat tumbuh 5,01 persen year on year (yoy) ditopang oleh sektor transportasi dan pergudangan, akomodasi, serta makanan dan minuman karena peningkatan mobilitas masyarakat dan kunjungan wisatawan mancanegara.
"Secara tahunan PDB Indonesia tumbuh 5,31 persen yang tertopang pengeluaran dan konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,93 persen yoy dan menjadi sumber pertumbuhan terbesar 2,61 persen,” ujar Rifqi.
Selain itu, lanjut dia, sentimen positif pada pekan lalu juga berasal dari cadangan devisa yang naik menjadi sebesar 139,4 miliar dolar AS Januari 2022, dari sebelumnya 137,2 miliar dolar AS pada Desember 2022.
Dia menjelaskan peningkatan ini disebabkan oleh penerbitan global bonds pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa.
Dia pun merekomendasikan buy untuk trading hingga 17 Februari 2023 mendatang pada saham-saham, diantaranya sektor keuangan BBRI (Support: 4.780, Resistance: 4.980), BBCA (Support: 8.650, Resistance: 9.050), BMRI (Support: 10.150, Resistance: 10.650), dan BBNI (Support: 9.400, Resistance: 9.800).
Sektor barang konsumen non primer yaitu RALS (Support: 680, Resistance: 720), dan sektor barang baku yaitu SMGR (Support: 7.500, Resistance: 8.125), INTP (Support: 11.225, Resistance: 12.000) dan MDKA (Support: 4.600, Resistance: 4.860).(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Rupiah Awal Pekan Merosot Tertekan Kekhawatiran Menjelang Pilpres 2024
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment