Sahabat.com - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan perbankan nasional perlu mendiversifikasi instrumen keuangan untuk menjaga sumber ketersediaan dana di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
“Diversifikasi instrumen keuangan tetap harus dilakukan supaya ketersediaan dana selalu mencukupi,” kata Purbaya di Jakarta, Kamis.
Hingga saat ini, menurut Purbaya, likuiditas perbankan nasional masih ample atau memadai.
Dia mengimbau industri perbankan nasional untuk meningkatkan indikator kesehatan seperti rasio permodalan dan pemenuhan alat likuid guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi di dunia setelah terjadinya krisis perbankan di Amerika Serikat dan Eropa.
Menurut Purbaya, indikator likuiditas perbankan di Indonesia mencapai 2,5 kal dari ambang batas atau threshold ketentuan kesehatan bank.
Dia menjabarkan bahwa indikator alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) perbankan per Januari 2023 mencapai 129,64 persen, sedangkan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) per Januari 2023 sebesar 29,13 persen.
Selain itu, rasio kecukupan modal bank (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Indonesia per Januari 2023 mencapai sebesar 25,93 persen dan sekitar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital, CET 1). Sebagai perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen.
Indikator likuiditas dari Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) perbankan Indonesia juga masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2023.
Lebih lanjut, Purbaya mengimbau masyarakat agar tetap percaya kepada perbankan nasional dan tidak takut untuk memulai berinvestasi meskipun ada potensi resesi di beberapa negara besar.
“Untuk masyarakat juga harus tetap tenang terkait simpanannya sebab aset LPS sekarang sebesar Rp196 triliun lebih. Jadi jangan takut menabung, karena dana LPS sangat cukup untuk menjamin simpanan masyarakat,” kata Purbaya.
Guncangan perbankan di AS mencuat setelah kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) yang menyentralisasikan portofolio pembiayaan pada perusahaan rintisan dan modal ventura. Sebelum SVB, kegagalan bank juga mendera Silvergate Bank dan Signature Bank.
Setelah krisis perbankan di AS, terungkap bahwa sejumlah bank di Eropa juga mempunyai masalah kesehatan keuangan. Raksasa perbankan Credit Suisse akhirnya harus diakuisisi UBS. Baru-baru ini, saham Deutsche Bank juga anjlok setelah risiko kegagalan bayarnya meningkat.(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment