Sahabat.com - Harga minyak mentah melemah pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena infrastruktur minyak tampaknya telah terhindar dari kerusakan serius akibat gempa bumi yang menghancurkan sebagian Turki dan Suriah, sementara persediaan AS membengkak dan investor khawatir tentang kenaikan suku bunga Federal Reserve.
Minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 41 sen atau 0,5 persen, menjadi menetap di 78,06 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April berkurang 59 sen atau 0,7 persen, menjadi ditutup pada 84,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Kedua harga acuan minyak tersebut telah naik lebih dari 5,0 persen sejauh minggu ini.
Gempa bumi, yang telah menewaskan lebih dari 19.000 orang, pada awalnya menaikkan harga minyak karena kemungkinan bencana tersebut akan merusak jaringan pipa dan infrastruktur lainnya secara serius dan menggusur minyak mentah dari pasar global untuk waktu yang lama.
"Kami tidak akan kehilangan pasokan itu selama yang kami kira," kata John Kilduff, partner di Again Capital di New York.
BP Azerbaijan mengumumkan force majeure pada pengiriman minyak mentah Azeri dari pelabuhan Turki Ceyhan pada Selasa (7/2/2023) setelah gempa melanda Senin pagi (6/2/2023). Minyak Azerbaijan terus mengalir ke sana melalui pipa, kata BP Azerbaijan pada Kamis (9/2/2023).
Laporan pekerjaan AS yang kuat menimbulkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve AS akan terus menaikkan suku bunga secara agresif untuk mendinginkan inflasi, menekan aset-aset berisiko seperti minyak dan ekuitas.
Stok minyak mentah AS naik minggu lalu menjadi 455,1 juta barel, tertinggi sejak Juni 2021, Badani Informasi Energi AS (EIA) melaporkan pada Rabu (8/2/2023), yang juga mendorong harga minyak lebih rendah. Persediaan bensin dan sulingan juga meningkat minggu lalu, kata EIA, selama bulan-bulan musim dingin yang sejuk di luar musimnya.
Prospek permintaan yang lebih kuat dari China memberikan beberapa dukungan pada harga minyak, karena konsumen minyak terbesar kedua dunia itu mengakhiri kebijakan nol-COVID yang ketat selama lebih dari tiga tahun.
"Kami memperkirakan konsumsi minyak China meningkat sekitar 1,0 juta barel per hari tahun ini, dengan pertumbuhan yang kuat muncul paling cepat di akhir kuartal pertama," tulis analis dari bank ANZ dalam sebuah catatan.
"Secara keseluruhan, ini akan mendorong permintaan global naik 2,1 juta barel per hari pada 2023."
Dolar AS yang lebih lemah, yang biasanya diperdagangkan terbalik dengan minyak, juga membantu membatasi penurunan harga minyak mentah. Indeks dolar turun 0,7 persen menjadi 102,74.(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment