Sahabat.com - Regulator keuangan Swiss FINMA pada Senin (13/3/2023) mengatakan sedang berusaha untuk mengidentifikasi potensi risiko penularan bagi bank-bank dan perusahaan-perusahaan asuransi negara tersebut setelah ambruknya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.
Saham di bank-bank Swiss merosot bersama dengan yang lain di sektor ini secara global setelah tindakan otoritas AS untuk menjamin simpanan di kedua pemberi pinjaman itu gagal meyakinkan investor.
Saham Credit Suisse mencapai titik terendah baru, sementara biaya mengasuransikan utangnya terhadap default (gagal bayar) naik ke titik tertinggi sepanjang masa. Saham saingan Swiss UBS jatuh lebih dari 7,0 persen.
"FINMA memperhatikan laporan media tentang Silicon Valley Bank dan Signature Bank di AS dan memantau situasi dengan cermat," kata FINMA dalam sebuah pernyataan.
"FINMA sedang mengevaluasi eksposur langsung dan tidak langsung dari bank dan perusahaan asuransi yang diawasinya kepada lembaga terkait," katanya. "Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi risiko kluster dan potensi penularan pada tahap awal."
Regulator mengatakan telah melakukan kontak dengan berbagai institusi yang mungkin terpengaruh, tetapi menolak menyebutkan nama mereka atau tindakan yang mungkin diambil.
Presiden Joe Biden berjanji pada Senin (13/3/2023) untuk melakukan apa pun yang diperlukan guna mengatasi krisis perbankan yang dipicu oleh runtuhnya dua pemberi pinjaman yang memaksa regulator untuk turun tangan dengan langkah-langkah darurat untuk membendung penularan.
FINMA mengatakan pihaknya juga memantau efek limpahan dari kegagalan bank AS lain yang berfokus pada teknologi, Silvergate Capital Corp, yang mengatakan pada Rabu (8/3/2023) pihaknya berencana untuk menghentikan operasinya dan dilikuidasi secara sukarela.
Regulator mengatakan kegiatan pengawasannya difokuskan pada manajemen risiko lembaga yang diawasi dan menangani berbagai skenario.
Departemen Keuangan Federal Swiss mengatakan "mencatat laporan bank-bank AS dan perkembangan pasar saham" tetapi tidak akan berkomentar lebih lanjut.
Departemen pemerintah juga menunjukkan peran FINMA dan mengatakan "FINMA memantau secara ketat Credit Suisse sebagai bagian dari kegiatan pengawasannya."
Swiss National Bank (bank sentral Swiss) menolak mengomentari dampak keruntuhan SVB terhadap sektor keuangan Swiss.
Dalam refleksi lebih lanjut dari kekhawatiran investor tentang prospek Credit Suisse, harga beberapa obligasinya turun tajam, dengan beberapa di rekor terendah.
Berjuang untuk pulih dari serangkaian skandal, bank terbesar kedua di Swiss ini telah memulai perombakan besar-besaran pada bisnisnya, memangkas biaya dan pekerjaan, serta menciptakan bisnis terpisah untuk bank investasinya di bawah merek CS First Boston.
Pekan lalu, Credit Suisse mengumumkan penundaan publikasi laporan tahunannya menyusul panggilan dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS.
Bundesbank Jerman juga membentuk tim krisis pada Senin (13/3/2023) untuk menilai kemungkinan jatuhnya SVB di pasar lokal, bahkan saat tidak ada tindakan darurat yang diperkirakan terjadi di Eropa.
Indeks perbankan STOXX Eropa jatuh 5,8 persen dan berada di jalur penurunan dua hari terbesar sejak Maret 2022, segera setelah Rusia menginvasi Ukraina. Saham Commerzbank Jerman anjlok 12,7 persen.
Pada Senin pagi, bank sentral Inggris memfasilitasi penjualan private cabang SVB Inggris ke HSBC dalam sebuah langkah yang akan melindungi simpanan tanpa dukungan pembayar pajak.(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment