Sahabat.com - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi turun seiring kekhawatiran kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), yang kembali agresif untuk mengatasi inflasi.
Kurs rupiah pada Selasa pagi dibuka melemah sembilan poin atau 0,06 persen ke posisi Rp15.168 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.159 per dolar AS.
"Meskipun sempat menguat kemarin, rupiah masih berpotensi melemah hari ini terhadap dolar AS. Potensi pelemahan masih karena kekhawatiran yang sama yaitu kemungkinan penerapan kebijakan pengetatan moneter AS yang kembali agresif," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Ariston menuturkan kemungkinan implementasi kebijakan pengetatan moneter AS yang agresif dipengaruhi oleh situasi ketenagakerjaan di AS yang bagus dan tingkat inflasi yang tidak cepat turun ke level target dua persen.
"Pagi ini sentimen pasar juga tidak terlalu positif, indeks saham Asia terlihat melemah, mungkin terbawa oleh data indeks manufaktur Jepang bulan Februari yang berkontraksi lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya," ujarnya.
Indeks harga konsumen (IHK) utama AS mencapai 0,5 persen pada Januari sebagian besar karena biaya sewa dan makanan yang lebih tinggi.
Itu sejalan dengan perkiraan, meskipun angka tahunan 6,4 persen sedikit lebih tinggi dari yang diharapkan dan taruhan pada penurunan suku bunga menjelang akhir 2023 dengan cepat dibatalkan.
Sementara itu, laporan terpisah oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa klaim pengangguran awal AS, cara kasar untuk mengukur PHK, turun 1.000 menjadi 194.000 untuk pekan yang berakhir 11 Februari.
Di sisi lain, kabar positif dari Tanah Air seperti neraca transaksi berjalan yang mencatatkan surplus di triwulan IV 2022, membantu penguatan rupiah kemarin dan mungkin bisa menjaga rupiah tidak terlalu melemah hari ini.
Transaksi berjalan kembali mencatat surplus sebesar 4,3 miliar dolar AS atau 1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB), melanjutkan capaian surplus pada triwulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS.
Kinerja transaksi berjalan tersebut bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang terjaga, didukung oleh harga komoditas ekspor yang tetap tinggi.
Ariston menuturkan rupiah berpeluang melemah ke arah Rp15.220 per dolar AS, dengan potensi tertahan di kisaran Rp15.150 per dolar AS.
Pada Senin (20/2/2023), kurs rupiah ditutup meningkat 51 poin atau 0,34 persen ke posisi Rp15.159 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.210 per dolar AS.(Ant)
0 Komentar
Raih Antusiasme Pasar, Sukuk ESG BSI Rp9 Triliun atau Oversubscribe Tiga Kali Lipat
Rupiah Tangguh Rp15.635 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.235 pada Rabu (7/2/2024)
Ekonomi Kaltim Tumbuh 6,22 Persen didorong Listrik dan Gas
BPS: Ekonomi NTB Tumbuh 1,8 Persen
Rupiah Awal Pekan Merosot Tertekan Kekhawatiran Menjelang Pilpres 2024
Investasi Pekanbaru Tahun 2023 Capai Rp6,4 Triliun
Dinkes Kota Bengkulu Siapkan Rp17 Miliar untuk Pembangunan RSTG
Rupiah awal Pekan Melemah Jelang Rilis PDB Indonesia 2023
BI: Deflasi di Lampung Akibat Penurunan Harga Sejumlah Komoditas
Rupiah Perkasa Rp15.764 per Dolar AS, IHSG Loyo ke Level 7.201 pada Kamis (1/2/2024)
Rupiah Meningkat Dipengaruhi Data ADP AS Lebih Lemah dari Ekspektasi
BI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 di Atas 5 Persen
Leave a comment